PTUN Menangkan Tommy Soeharto, Perintah Cabut SK Muchdi Pr Muncul
Tommy Soeharto/Antara

Bagikan:

Bekasi - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kalah gugat dan dimenangkan oleh Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Kabarnya Tommy menggugat SK Kemenkumham Partai Berkarya dengan kepemimpinan Muchdi Purwopranjono (Muchdi Pr).

Putusan Nomor 182/G/2020/PTUN.JKT diketok pada Selasa, 16 Februari ini mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Tommy Soeharto sebagai wakil Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya sementara sebagai tergugat adalah Menkumham.

“Mengadili dalam pokok perkara; mengabulkan gugatan untuk seluruhnya,” demikian amar putusan PTUN Jakarta dikutip dari Direktori Mahkamah Agung, Rabu, 17 Februari.

Dalam putusannya, majelis PTUN menyatakan batal Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-16.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai berkarya tertanggal 30 Juli 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor M.HH-17.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya periode 2020-2025 tertanggal 30 Juli 2020.

Awal konflik berujung gugatan ini terjadi

Awalnya, saat masih dipimpin oleh Tommy Soeharto, sejumlah kader membentuk Presidium Penyelamat Partai Berkarya yang mewacanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hal ini dilakukan karena para kader kecewa dengan prestasi para pengurus yang saat itu memimpin partai.

Apalagi, berdasarkan Pemilu 2019, Partai Berkarya hanya mendapatkan 2,09 persen suara atau 2.929.495 suara sehingga tak masuk ke dalam parlemen.

Selanjutnya, Presidium Penyelamat Partai Berkarya melaksanakan Munaslub pada 11 Juli 2020 di Hotel Grand Kemang, Jakarta meski Tommy sudah mengancam bakal mencopot para kader yang ikut serta dalam gerakan ini. 

Ancaman ini pun tak main-main. Sebab, saat Munaslub, anak Presiden Soeharto ini datang ke lokasi bersama dengan Sekjen Partai Berkarya saat itu Priyo Budi Santoso dan petinggi lainnya untuk melakukan pembubaran.

Meski sudah dibubarkan, Munaslub tetap selesai dilakukan dan berhasil mengganti tampuk kepemimpinan. Saat itu, Muchdi Pr didaulat menjadi Ketua Umum Partai Berkarya dan Badarudin Andi Picunang menjadi Sekjen. Sedangkan Tommy, terdepak dari jabatan ketua umum dan hanya menjadi dewan pembina.

Sebulan setelah kejadian ini, pada Agustus 2020, Partai Berkarya pimpinan Muchdi Purwopranjono (Pr) mengaku mengantongi surat keputusan (SK) pengesahan kepengurusan dari Kementerian Hukum dan HAM. Kemenkumham disebut menerbitkan SK tanggal 30 Juli 2020 tentang pengesahan Perubahan AD/ART Partai Berkarya dan SK perubahan susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Hal ini kemudian membuat kubu Tommy Soeharto mempertanyakan alasan Menkumham mengeluarkan SK tersebut. Sebab, mereka menilai Munaslub yang diadakan sebelumnya tidak sah, ilegal, dan melanggar aturan partai. 

Selanjutnya, kubu Tommy mengajukan gugatan pun ke PTUN Jakarta hingga akhirnya diputus.

Langkah Muchdi Pr 

Setelah Menkumham diperintahkan untuk mencabut SK putusan gugatan Tommy Soeharto, Ketua Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono (Muchdi Pr) akan mengajukan banding atas putusanPengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Dengan dikabulkannya gugatan penggugat atas dua SK Kemenkumham RI maka kami akan tetap menempuh jalur hukum dengan mengajukan upaya banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut," kata Muchdi dalam keterangan video, Rabu, 17 Februari.

Pengajuan banding ini dilakukan karena proses yang dijalani dari mulai persiapan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang pelaksanaannya sejak 10-12 Juli 2020 lalu, telah dilakukan berdasarkan pada aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya serta perundangan yang berlaku.

Dengan keputusan banding ini, Muchdi Pr meminta seluruh kader dan pengurus partai di seluruh tingkatan tetap solid dan berjalan seperti biasa hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkhracht.

Selain itu, SK Kemenkumham Nomor 16 dan 17 tertanggal 30 Juli, kata dia, masih tetap berlaku dan sah sampai upaya hukum ini selesai.