Sat Set! Ini Strategi Sri Mulyani Racik Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk tetap mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Menurut dia, pemerintah akan memperkuat fondasi ekonomi dan mengakselerasi tingkat pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan agar dapat keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.

"Pemerintah akan menempuh dua strategi. Pertama, memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri dan mendorong pembangunan ekonomi hijau. Serta yang kedua meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik,” ujar Sri Mulyani dalam tertulis, Jumat 3 Juni.

Sri Mulyani menambahkan, langkah itu tercermin dalam usulan kisaran indikator ekonomi makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 yang dilakukan secara hati-hati serta mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan di tahun depan.

"Perlu kami tekankan juga kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal harus mampu berperan optimal sebagai instrumen shock absorber saat terjadi gejolak pada masa mendatang,” tuturnya.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Menkeu Sri Mulyani telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2023 dalam Sidang Paripurna DPR belum lama ini.

Dalam dokumen tersebut tertuang proyeksi 2023 berupa pertumbuhan ekonomi 5,3 hingga 5,9 persen, inflasi 2,0 hingga 4,0 persen, nilai tukar Rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 perdolar AS.

Lalu, tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,34 persen hingga 9,16 persen, harga minyak mentah Indonesia 80 hingga 100 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 619.000 hingga 680.000 barel per hari, dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.

"Suatu keniscayaan jika suatu perekonomian akan selalu menghadapi siklus ekonomi, episode makmur dan episode paceklik. Oleh karena itu, sangat krusial untuk menyiapkan bantalan kebijakan untuk menghadapi situasi sulit," pungkasnya Sri Mulyani.