Bagikan:

DEPOK– Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), Riko Noviantoro, menyatakan bahwa Wali Kota Depok, Supian Suri, berpotensi melakukan tindak korupsi terkait kebijakan mengizinkan penggunaan mobil dinas untuk mudik.

"Jika ditemukan bukti kuat adanya upaya merugikan negara, maka dapat berpotensi sebagai tindakan korupsi. Sanksi atas potensi itu dapat dikenakan hukuman sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)," ujar Riko Noviantoro dalam keterangannya di Depok, Kamis 3 April.

Potensi Pelanggaran Hukum

Riko menjelaskan bahwa aparatur sipil negara (ASN) atau pejabat yang menggunakan mobil dinas tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Pelanggarannya bisa berupa pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik dan penyalahgunaan kewenangan yang berkonflik dengan kepentingan individu atau kelompok," jelas Riko.

Menurutnya, sanksi atas pelanggaran tersebut dapat berupa teguran dan peringatan tertulis, atau bahkan sanksi yang lebih berat apabila terbukti merugikan negara.

Kebijakan Wali Kota Depok

Sebelumnya, Wali Kota Depok, Supian Suri, mengizinkan ASN di lingkup Pemerintah Kota Depok untuk menggunakan kendaraan dinas mereka saat mudik Lebaran 1446 Hijriah.

"Kami mengizinkan kepada teman-teman (ASN) yang memang dipercaya memegang kendaraan dinas," kata Supian.

Supian menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil dengan beberapa pertimbangan. Pertama, tidak semua ASN memiliki kendaraan pribadi, sehingga kebijakan ini diharapkan dapat membantu mereka sebagai bentuk apresiasi atas pengabdian mereka selama ini.

Kedua, ia berharap ASN dapat kembali ke Depok dengan lebih mudah setelah mudik tanpa terhambat masalah transportasi. Ketiga, Supian menegaskan bahwa ASN yang menggunakan kendaraan dinas tetap harus bertanggung jawab terhadap kendaraan tersebut.

Kebijakan ini menuai kontroversi di kalangan pengamat dan masyarakat, yang mempertanyakan legalitas serta dampaknya terhadap anggaran negara. Sejumlah pihak mendesak agar kebijakan ini ditinjau ulang guna memastikan tidak terjadi penyalahgunaan aset negara.